Rabu, 16 September 2020

Memikirkan Hal Terburuk Yang Mungkin Terjadi Ala filsafat stoic / stoicisem


 

“Pikirkan yang baik-baik aja biar yang terjadi juga baik, jangan berpikiran negatif, dst". Kalian pasti sering mendengar kalimat-kalimat tersebut. Pertanyaannya, apakah ketika kita sudah berpikir positif kita akan terhindar dari hal-hal yang negatif dan hal-hal yang baik akan selalu menghampiri kita? Bukankah hal buruk dan baik adalah keniscayaan yang tidak bisa dihindari dalam kehidupan?

Sakit, kegagalan, musibah, dimusuhi dst, apakah mungkin bisa dihindari dengan berpikir positif? Aku yakin semua orang pasti pernah mengalami hal-hal buruk. Nah, kalau hal-hal tersebut tidak bisa kita hindari lalu apa yang harus kita lakukan? Semua orang tidak ingin sakit, tapi sakit tetap akan menghampiri. Semua orang tidak ingin tertimpa musibah tapi apakah ada orang yang tidak pernah tertimpa musiba dalam hidupnya? 

Dan apakah semua hal buruk tersebut akan mengganggu kebahagiaan kita? Apakah mungkin kita bisa selalu mendapat hal-hal yang baik saja di dunia ini? 

Kenapa kita bahagia ketika kita dipuji? Kenapa kita bahagia ketika kita banyak teman? Dan apakah ketika pujian sudah tidak kita dapatkan atau ketika teman-teman kita mulai menjauh atau menghilang kita akan tidak bahagia lagi? Kenapa bisa seperti itu? Siapakah yang meletakkan standar kebahagiaan tersebut? 

Nah, di sini aku akan membahas sebuah pemikiran filsafat stoic/ stoicisem. Yang mana stoicisem mengajarkan untuk berpikir hal-hal terburuk yang mungkin terjadi. Mungkin kebalikan dari yang biasa kita lakukan ya? Hehhe. 

Pemikiran stoic menurutku sangat efektif untuk menangkal kekecewaan, depresi dll. Kalau kita merasa takut terhadap hal-hal buruk, bahkan untuk sekadar memikirkannya. Malah kalau di stoic, diajari untuk selalu memikirkan hal terburuk dalam segala hal. Bahkan di stoic dianjurkan setiap kali kita bangun pagi untuk memikirkan hal terburuk apa yang mungkin terjadi di hari itu. Unik ya hehehe.  
Misalnya, kalau kita naik pesawat berarti hal terburuk yang mungkin terjadi adalah pesawat jatuh dan kita akan mati. Ekstrim banget ya hehe? Ya, kalau kita cerna lebih jauh lagi dengan pikiran yang logis gak ekstrim sih. Karena kita memang akan mati juga nantinya kan? 

Kenapa kita takut kepada sesuatu? Ya, karena kita membangun persepsi menyeramkan pada sesuatu tersebut. Kenapa kita senang kepada sesuatu? Ya karena kita membangun persepsi menyenangkan dalam sesuatu tersebut. Makanya ada orang yang takut kepada ulat, ada yang gak takut. Ada orang yang takut kepada hantu dan ada yang tidak. Begitu juga kepadaa hal-hal buruk lain.
 
Ada orang yang senang naik gunung, ada yang sebaliknya. Ada orang yang senang ke pantai, ada yang tidak dst. Kenapa bisa beda-beda ya? Kalian suka gak sama pentol, ice cream, bakso,  sate dll? Pasti ada yang jawab “iya”. Dan percaya atau tidak, pasti juga ada yang jawab “tidak” hehe. Bukan meramal ya. Karena memang seperti itu faktanya. 


Berarti kebahagiaan dan ketakutan itu subjektif dong? Iya, memang. Dan ternyata yang menentukan kebahagiaan dan ketakutan itu kita sendiri. Kalau gitu kita bisa mengatur kebahagiaan kita? Yup, betul sekali. Bahkan ketakutan juga bisa kita kontrol. 

Mana nih pembahasan tentang stoicisem-nya? Sabar, tunggu sebentar hehhe. 

Stoic mendikitomi sesuatu menjadi dua:
 1. Sesuatu yang bisa kita kontrol 
 2. Sesuatu yang tidak bisa dikontrol 

Nah, di stoic kita dituntut untuk fokus kepada sesuatu yang bisa kita kontrol. Sedangkan sesuatu yang tidak bisa dikontrol abaikan saja, terima saja dan jalani saja. Wong gak bisa kita kontrol, tidak bisa dikendalikan. Ngapain kita pusing memikirkannya hehhe. Malah makan hati kalau kita ngotot mau mengontrol sesuatu yang di luar kendali kita. 


Contohnya apa aja tuh? Lanjut baca sampai selesai ya kalau mau tahu hehhe. 

Keberhasilan, kegagalan, sakit, sehat, kecelakaan, kematian, omongan tetangga, diputusin gebetan, dimarahi istri dst, itu adalah hal-hal yang tidak bisa kita kontrol. Semua itu adalah bagian dari siklus kehidupan atau hukum alam. Mungkin kita menyebutnya sudah ada yang ngatur. 

Terus apa dong yang bisa kita kontrol? Sabar dulu. Lanjut ya hehe. 

 
Sedikit sekali hal-hal yang bisa kita kontrol, yaitu nalar, pikiran, opini dan sikap kita. Meskipun sedikit tapi percayalah! itulah yang berpengaruh besar terhadap kebahagiaan atau kesedihan kita. 

Ketika kita digosipin tetangga misalnya, atau diputusin gebetan dll, mungkin kita akan marah, kesal, pengen ngamuk-ngamuk dst. Tapi bisa gak kalau kita gak usah marah, santai aja, menerimanya. Pasti bisa dong. Karena reaksi atau respon kita kepada sesuatu yang menimpa kita termasuk hal yang bisa dikontrol. Yang gak bisa dikontrol itu sikap orang lain kepada kita, tapi sikap dan opini kita bisa dikontrol. Itu artinya, marah, sedih, emosi dll bisa kita atur. Kalau kita gak pengen sedih, ya jangan sedih hehe. Kan kita yang punya pikiran. Dan kita diberi kebebasan oleh Tuhan untuk memilih dengan akal kita.  Kita tinggal pilih aja mau bahagia atau sedih.

Apa bedanya memikirkan hal buruk ala stoic dengan negatif thinking? 

Beda dong. Kalau negatif thinking itu kita memikirkan hal buruk yang membuat kita cemas, takut,  dll. Tapi kalau berpikir hal terburuk ala stoic, kita memikirkan hal-hal buruk dengan upaya antisipasi dan menyadarkan diri bahwa hal buruk tersebut sangat mungkin terjadi. Dan itu normal saja. 

Kalian pernah gak sih bawa payung padahal belum hujan? Atau misalnya berangkat ke kampus jauh sebelum jadwal masuk kuliah? Atau mungkin ketika bikin acara, menyediakan hidangan lebih dari yang dibutuhkan? Pasti pernah kan? Kenapa kita berbuat demikian, ya karena kita memikirkan hal terburuk yang mungkin terjadi. Nah, kalau kita membiasakan diri seperti itu dalam hal-hal yang lebih fundamental dalam hidup, maka kita tidak akan mudah depresi dan sedih. 

Masih banyak loh pemikiran-pemikiran unik ala stoic. Kalau kalian ingin mengetahui lebih jauh beli buku "Filsafat Teras". Aku belum baca sih hehe. Katanya aja. Aku cuman dengerin review-Nya di podcast-podcast. Dan menurutku pemikiran stoic ini mirip-mirip dengan pemikiran Mark Manson, dalam bukunya "Sebuah Seni Untuk Bersikap Bodo Amat". Kalau buku Mark Manson ini aku udah pernah khatam.

Itu aja dari saya ya. Jika ada salahnya mohon maaf.

 #Odop #motivasi #onedayonepost

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Aku, Annimarie Schimmel dan Karya Binhad Nurrohmat

  Oleh: M Lutfi  Bermula dari baca-baca artikel tentang Annimare Schimmel, mulai dari kisah pertemuannya dengan Habib Quraisy Baharun (ki...